Radio Muslim

Jumat, 27 November 2009

saat non ikhwan mengharapkan akhwat bagaimana?

Saat (non) Ikhwan Harapkan Akhwat


( sumber : www.prayoga.net )

Karya : Inna Muthmainnah


Wanita adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah, dijaga betul kehormatannya agar tidak diganggu dan dilecehkan oleh orang-orang yang memiliki penyakit dalam hatinya. Karenanya tata cara berpakaian dan etika pergaulannya juga dijaga ketat oleh syariat Islam, dengan tujuan agar ia tetap terjaga dan terhormat. Dan yang cenderung lebih serius untuk komitmen dan berusaha konsisten untuk menjaga diri sesuai dengan syarifat Islam, kebanyakan dilakukan oleh para akhwat.

Mereka mengikuti pembinaan Islam yang berkesinambungan, dan berusaha mengaplikasikannya dalam seluruh aspek kehidupan. Diharapkan orang-orang yang mendampingi mereka adalah orang-orang yang memiliki pemahaman Islam yang baik, berakhlak mulia, dan mampu menjalankan peran sebagai qowam (pemimpin) bagi istri dan anak-anaknya. Dengan tujuan agar keshalihan sang akhwat dapat tetap terjaga dan terpelihara bahkan berkembang dan meningkat seiring dengan perannya sebagai istri, ibu, dan anggota dari masyarakat.

Bila sang akhwat mendapatkan pendamping yang jauh di bawah standar, misalnya tidak mengikuti sistem pembinaan Islam yang terpadu (pemahaman Islamnya kurang mendalam), perilaku dan akhlaknya kurang terjaga, dikhawatirkan perkembangan sang akhwat selama ini dalam membina dirinya jadi kurang optimal, karena kurang didukung oleh pendamping yang mampu mengayomi dan membina dirinya. Bahkan memiliki peluang untuk menurunnya kualitas keimanan dan akhlak. Karena bagaimanapun sedikit banyak peran pendamping hidup memiliki pengaruh yang besar bagi diri kita.

Itulah sebabnya mengapa seorang wanita aktivis Islam dianjurkan menikah dengan lelaki aktivis Islam juga, dengan tujuan agar penerapan nilai-nilai Islamnya jadi lebih integral lagi, dan dalam memecahkan segala permasalah keluarga dan anak selanjutnya akan lebih mudah karena didasari oleh visi dan nilai-nilai yang dipahami bersama.

Namun demikan, tentunya tidak menutup kemungkinan untuk seorang yang bukan aktivis untuk menyunting seorang akhwat, asalkan si akhwat bersedia dan si priapun harus terbuka terhadap nilai-nilai Keislaman dan mau belajar untuk mendalaminya dengan lebih serius lagi.

Karenanya, sebaiknya bila ke depannya kita memang berniat ingin mempersunting seorang akhwat, ya kita juga harus punya planning untuk pembinaan diri kita dulu, misalnya dengan mengikuti kajian keislaman yang rutin dan berkesinambungan dan dekat dengan para aktivitis Islam, sehingga saat dipertemukan dengan akhwat, pemahaman Islam kita tidak jomplang dengan pemahaman Islam akhwatnya.

Termasuk dalam mencermati kebiasaan dan cara pandang para aktivitas dalam etika melamar dan mendekati seorang akhwat.

Dalam Islam memang tidak dianjurkan untuk berpacaran, karena realitasnya pacaran memang terbukti sekali mendekati zina. Tapi kebanyakan yang terjadi, banyak para pria yang mempermainkan perasaan si akhwat yang terjaga tersebut, si akhwat dibuat Ge-eR sedemikian rupa dengan diberikan perhatian-perhatian yang intens (padahal si pria cuma sekedar ingin uji coba aja dan belum memiliki nyali untuk melamar apalagi untuk menikah). Kebanyakan kasus, si akhwatnya yang menunggu dan mengharap-harap cemas ingin segera dilamar, tapi si prianya cuma memanfaatkannya sebagai teman curhat atau teman untuk pendekatan saja untuk selanjutnya lihat saja nanti.

Memang harus diakui, bagaimanapun seorang akhwat tetaplah seorang wanita yang akan merasa senang dan tersanjung bila diberikan perhatian dari seorang pria, apalagi bila pria tersebut terlihat memiliki niat yang serius.

Sangat disayangkan pada realitasnya banyak di kalangan akhwat yang tidak menyadari bahwa pria-pria yang datang dan memberikan perhatian kepadanya, tidak semuanya berniat untuk meminang dengan serius. Tapi kebanyakan hanya sekedar untuk penjajakan semata. Hanya untuk melihat bagaimana karakter dan pola pikir si akhwat.

Lagi-lagi tetap saja pengambilan keputusannya ada pada si pria, pertimbangan apakah si akhwat sudah berharap banyak atau tidak, sayang sekali tidak banyak dipikirkan oleh si pria.

Tentunya para akhwat yang jeli tidak akan sudi diperlakukan demikian, dipermainkan perasaannya hanya sekedar guna penjajakan saja. Apa bedanya dengan orang-orang yang lain yang melalui proses berpacaran, bedanya toh hanya kemasannya saja.

Memang ada beberapa alternatif dalam memilih pasangan hidup:

1. Berpacaran, apapun itu bentuknya. Apakah hanya sekedar curhat-curhatan (baik secara langsung maupun ditelepon), jalan bareng, sering pergi bersama, dll, tujuannya yang utama adalah menjajakan, mengamati dan menilai langsung ke orang yang dituju. Bila cocok berlanjut, bila tidak cocok tidak berlanjut ke pelaminan. Tapi cara seperti ini sebenarnya lebih banyak tidak akuratnya ketimbang akuratnya dalam memilih pasangan hidup. Kenapa? Karena:

a. Setiap diri di situ lebih banyak tidak menampilkan diri apa adanya, seseorang biasanya berusaha untuk menampilkan diri yang sebaik-baiknya (menutup-nutupi) kekurangan. Bak pembeli dan pedagang. Jadinya yang tampil hanya kesan luarnya saja. Niat kita untuk mengetahui kepribadiannya secara detil, amat kecil untuk diperoleh di sini. Makanya kan banyak pasangan yang sebelumnya berpacaran bertahun-tahun, tetap saja sering terkaget-kaget dengan pasangannya sendiri saat menikah, karena dulu sewaktu berpacaran dia tidak mengetahui banyak tentang sisi kelemahan si pasangan yang ada (karena dulu berusaha ditutupi namun saat menikah semuanya terlihat apa adanya).

b. Sulit untuk menghindari dan mengendalikan gejolak syahwat yang ada saat situasi berpacaran/ bertemu/berbincang. Biasanya saat itu atau setelah itu setiap individunya terdorong untuk mengekspresikan gejolak syahwatnya dengan pacarnya, bila bertemu langsung terdorong untuk menyentuh, dll. Bila lewat perbincangan, sulit untuk mengontrol diri untuk tidak bicara yang menjurus. Atau setelah itu terdorong untuk berkhayal dan berimajinasi (berfantasi syahwat). Yang kesemuanya itu jelas mendekati zina.

c. Membuka peluang untuk mengumbar janji dan memberikan harapan-harapan semu, yang intinya sekedar untuk menarik simpati dan mengambil keuntungan dari hubungan tersebut (karena kan hubungannya memang tidak terikat, tidak ada hitam di atas putih, tidak ada hak dan kewajiban yang mengatur konsekuensi dari hubungan keduanya). Pada akhirnya tidak mendidik seseorang untuk lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan perasaan pasangannya. Beresiko untuk sakit hati dan kecewa karena merasa dipermainkan.

2. Cara yang kedua, dan yang kini tengah banyak dilakukan oleh kaum muda aktivitas Islam di kampus-kampus maupun di lingkungan masyarakat adalah konsep taaruf (perkenalan yang islami).

Di sini, masing-masing individu mencari tahu orang yang ia sukai lewat kerabat dekatnya atau orang yang mengenal target person dengan baik (informasi dari orang dekat sangat akurat, karena ia tahu betul dan kenal baik dengan target person). Atau bisa juga lewat bio data yang ditulis oleh si target person (bio data menyangkut biografi kehidupan dan keadaan keluarga).

Cara ini lebih akurat dan efektif dalam memilih pasangan hidup yang baik. Karena dalam waktu yang singkat, kita bisa tahu banyak tentang calon pasangan kita secara sportif, artinya kita tahu banyak sisi kelebihan maupun kekurangannya, termasuk silsilah keluarga si dia, lepas dari efek faking good (cuma menampilkan sisi baiknya saja).

Kita juga terhindar dan tetap terjaga dari situasi yang tidak aman (terhindar dari pelecehan seksual dari lawan jenis yang bukan mahrom). Bila dari informasi tersebut kita merasa cocok dan sreg, kita siap untuk taaruf lebih lajut (tapi dengan syarat harus punya nyali untuk siap nikah, bukan cuma sekedar penjajagan saja tapi nikahnya entar… entar wah gak usah maju deh kalau gak punya nyali gini).

Pas taaruf atau perkenalan, si pria dan wanitanya harus didampingi dengan orang lain

Tidak ada komentar: